http://sariaklaweh.blogspot.com/2015/07/kumpulan-artikel-ramadhan.html Agustus 2015 ~ SARIAK LAWEH

SAVE AQSO FREE PALESTINE

(“Orang-orang beriman itu sesungguhnya bersaudara. Sebab itu damaikanlah (perbaikilah hubungan) antara kedua saudaramu itu dan takutlah terhadap Allah, supaya kamu mendapat rahmat.” [Al Hujuraat 10])

SAVE AQSO FREE PALESTINE

(Pnjajahan Di Atas Dunia Harus Dihapuskan Karena Tidak Sesuai Dengan Perikemanusiaan Dan Perikeadilan)

RUMAH GADANG

(Gonjong Ijuak Basalimuik Kabuik Di Lembah Harau Kabupaten Lima Puluh Kota)

SANG PROKLAMATOR

("Bebas Artinya Menentukan Jalan Sendiri, Tidak terpengaruh Oleh Pihak Manapun, Sedangkan Aktif Artinya Menuju Perdamaian Dunia dan Bersahabat Dengan Segala Bangsa" BUNG HATTA)

JAM GADANG BUKITTINGGI

(Dan bersegeralah kamu kepada ampunan dari Tuhanmu dan kepada surga yang luasnya seluas langit dan bumi yang disediakan untuk orang-orang yang bertakwa, orang-orang yang menafkahkan, baik di waktu lapang maupun sempit, dan orang-orang yang menahan amarahnya dan mema’afkan orang. Allah menyukai orang-orang yang berbuat kebajikan. (QS 3:133-134))

Senin, 31 Agustus 2015

BERHAJI TAMPA PAHALA

Sariaklaweh.blogspot.com:--Seorang laki-laki mengunjungi Bisyr Ibn al-Harits untuk berpamitan haji. Ia berkata, “Aku berniat pergi haji. Adakah sesuatu yang hendak Anda perintahkan kepadaku untuk dikerjakan?”

“Berapa banyak yang Anda sediakan untuk bekal?” tanya Bisyr.

“Dua ribu dirham.”

“Apa yang menjadi tujuan Anda berangkat haji kali ini? Apakah karena zuhud terhadap dunia, atau untuk melepas kerinduan kepada Baitullah, ataukah demi meraih keridhaan-Nya?”

“Demi meraih ridha Allah,” kata laki-laki itu mantap.

“Sekiranya Anda dapat meraih keridhaan Allah, sementara Anda tetap tingal di rumah Anda, dengan menginfakkan dua ribu dirham, dan Anda merasa yakin akan meraihnya, apakah Anda bersedia melakukannya?” tanya Bisyr.

“Ya.”

“Kalau begitu, pergilah dan berikanlah uang Anda itu untuk menolong sepuluh jiwa; seorang yang terbebani hutang, agar ia membayar hutangnya dengan harta yang engkau berikan; seorang miskin, agar ia dapat memperbaiki keadaannya; seorang kepala keluarga yang dibebani banyak anak; dan seorang pengasuh anak yatim, agar dapat menggembirakan si yatim yang diasuhnya. Sekiranya hati Anda cukup kuat untuk memberikan uang itu kepada satu orang saja di antara mereka, lakukanlah! Sungguh, perbuatan Anda mendatangkan kegembiraan di hati seorang Muslim, menolong orang yang dalam penderitaan, membantunya keluar dari kesusahannya dan menolong orang yang lemah; semua itu jauh lebih utama daripada ibadah haji seratus kali, setelah hajjatul Islam (haji yang diwajibkan sekali seumur hidup).”

Bisyr Ibn al-Harits kemudian berkata, “Kini pergilah dan infakkanlah uang bekal Anda itu, sebagaimana telah kuperintahkan kepada Anda. Atau, kalau tidak, ungkapkanlah isi hati Anda sekarang juga!”

Laki-laki itu termenung sebentar, lalu berkata, “Wahai Abu Nashr (nama panggilan Bisyr Ibn al-Harits), niat kepergianku berhaji tetap lebih kuat dalam hatiku.”

Mendengar jawaban itu, Bisyr (rahimahullah) tersenyum dan berkata kepadanya, “Memang, apabila harta diperoleh melalui kotoran perdagangan atau syubhat, tertariklah hati untuk memenuhi keinginan hawa nafsu, dengan menampakkan dan menonjolkan amal-amal saleh (agar dapat diketahui oleh orang banyak). Sedangkan Allah Swt telah bersumpah demi diri-Nya sendiri, bahwa Ia tidak akan menerima amalan selain amalan orang-orang yang bertakwa.”

Seperti laki-laki yang datang menemui Bisyr Ibn al-Harits, banyak di antara kita yang berulang kali menunaikan ibadah haji setelah hajjatul-Islam. Mereka berangkat haji bukanlah karena mencari ridha Allah, tetapi hanya untuk mengobati jiwanya yang gersang. Mereka ingin mendapatkan pengalaman eksotis dengan menangis di tanah suci, lalu mengira bahwa yang demikian itu merupakan pencerahan ruhani. Mereka menghabiskan uang yang sangat besar jumlahnya, sementara banyak urusan kaum Muslimin yang tidak bisa berjalan karena tak ada dana yang bisa menopang.

Lebih mengenaskan lagi, ada yang menunaikan hajjatul-Islam, tetapi sebenarnya mereka belum terkenai kewajiban. Mereka berangkat ke Tanah Suci, tetapi tangannya terkotori oleh harta yang sebenarnya merupakan hak dari orang-orang yang menjadi tanggungannya, misalnya orangtuanya yang miskin. Alhasil, ia berangkat ke Tanah Suci dengan airmata. Bukan karena haru, tetapi airmata kesedihan pengantarnya karena ada yang terbengkalai, tidak terurusi. Mereka inilah yang menangis di Tanah Suci, tetapi kembali dengan jiwa yang gersang dan hati yang kosong.

Saya teringat dengan Ibnu Mas’ud radhiyallahu ‘anhu. Shahabat Nabi shallaLlahu ‘alaihi wa sallam ini pernah berkata, “Di akhir zaman akan bertambah banyak orang yang pergi haji tanpa sebab tertentu. Perjalanan ke sana sangat dimudahkan bagi mereka, dan rezeki mereka pun dilapangkan, namun mereka pulang dari sana dalam keadaan kosong dari pahala dan terlepas dari kebaikan, dan adakalanya seorang dari mereka diperosokkan oleh ontanya di padang pasir dan belantara, sementara tetangganya sendiri dalam kesusahan, tidak diberinya pertolongan.”


*****
Semoga renungan sederhana ini dapat menjadi pengingat untuk kita semua. Kepada Allah Ta’ala saya memohon ampun. Dan kepada saudara-saudaraku seiman, saya memohon nasehat.

Selebihnya, saya tetap perlu mengingatkan agar tidak mudah pula menuding mereka yang berhaji untuk kesekian kali sebagai perjalanan yang sia-sia. Andaikata ada di antara tetangga kita yang tak peduli pada urusan ummat ini, bahkan tak mau berbagi kepada tetangganya, sesungguhnya ia memiliki hak atas kita untuk kita ingatkan dan kita beri nasehat. Di luar itu, ada orang-orang yang berulang kali melakukan perjalanan ‘ibadah haji, dan ia pun banyak membelanjakan hartanya untuk menegakkan kalimat Allah Ta’ala di muka bumi, membiayai proyek-proyek amal shalih dan menyantuni fakir miskin. Maka kita do’akan ia semoga Allah Ta’ala menerima ‘ibadah dan amal shalihnya. Allahumma amin.

Wallahu a'lam bish-shawab. Wallahul musta'an.

Oleh: Ustadz Mohammad Fauzil Adhim


Minggu, 30 Agustus 2015

Carilah Barokah, Bukan Sekedar Mesra


Apakah yang paling penting untuk kita cari dalam pernikahan? Dialah barakah. Hadirnya barakah menjadikan pernikahan berlimpah kebaikan. Barakah itu pula yang perlu senantiasa kita jaga dalam pernikahan. Hilang barakah, hilanglah kebaikan atas apa yang ada dalam pernikahan.

Bagaimanakah kita menjaganya? Menjaga, menata dan memperbaiki niat yang darinya mempengaruhi tujuan pernikahan serta menjaga diri. Pada saat yang sama kita menjaga dari memimpikan hal yang tidak penting. Pergi ke luar negeri tak perlu jadi obsesi sehingga segala daya dikerahkan hanya untuk berkunjung ke negeri orang. Hanya tiga tempat yang layak diperjuangkan dengan sungguh-sungguh untuk mendatanginya, yakni Masjidil Aqsha, Masjid Nabawi dan Masjidil Haram. Di luar itu, jika memang ada rezeki atau memang ada keperluan, negeri seberang yang berbatasan ataupun yang berbeda benua, bukanlah tempat yang terlalu jauh.
Terlarang mengunjungi negeri-negeri yang berbeda? Tidak. Terlarang mengingini bepergian ke negeri lain? Juga tidak. Terlebih jika ada manfaatnya atau dalam rangka amal shalih. Tetapi janganlah ia menjadi obsesi dan hal paling membanggakan.

Sesungguhnya perusak agama itu cuma dua, yakni fitnah syahwat dan fitnah syubhat. Maka, dua hal itu pula yang perlu kita jauhi. Apa hubungan fitnah syubhat dan syahwat dengan menjaga barakah dalam pernikahan? Fitnah syahwat melalaikan tujuan sehingga niat keruh.

Belasan atau puluhan tahun menikah pun, kita perlu senantiasa menjaga niat memperbaiki tujuan (O Allah, jaga pernikahan kami dan selamatkanlah dari fitnah).

Jika fitnah syahwat sudah menerpa, awalnya mungkin hanya soal harta atau kuasa, tapi ia dikejar karena tergila padanya, maka tak aneh jika ia berubah menjadi mudah tergoda oleh rupa. Awalnya nikah karena dakwah, lalu runtuh begitu saja (semoga kita terhindar darinya).

Sangat berbeda seseorang yang melangkah karena alasan agama (cerai, pisah sesaat atau pun menikah lagi) dengan yang disebabkan fitnah syahwat. Jika karena sebab syahwat dunia seseorang berpaling dari istri yang ia nikahi sungguh-sungguh karena alasan agama, maka bukan aneh keburukan mendekat kepadanya sementara kebaikan semakin sulit ia raih. Inilah yang perlu kita khawatiri dalam pernikahan.

Bagaimana dengan fitnah syubhat? Ia menghancurkan pemikiran, keyakinan, iman dan bahkan aqidah. Ini pun turut mempengaruhi pernikahan.

Sabtu, 29 Agustus 2015

PEMERATAAN LAPANGAN BOLA TOROK

Alhamdulillah untuk penunjang lahirnya atlit Indonesia masa depan





PENGERJAAN SALURAN IRIGASI DI JORONG SAWAH PADANG

Mambuek bonda raia dari pokan sotu sawah padang manuju pasia bukik okok.. Alhamdulillah lanjutkan



PENGERJAAN JALAN LINTAS NAGARI DI SAWAH PADANG