Baru-baru ini ada suasana yang berbeda di
Mesjid Shilaturrahmi Jorong Sawah Sadang Kenagarian Sariak Laweh. Betapa tidak, sekelompok remaja mesjid shilaturrahmi
(REMASHI) ini mencoba membenahi kampung halamannya. Di saat generasi muda yang lain tengah disibukkan oleh silaunya
duniawi, baik itu gejolak remaja maupun yang mengejar materi, tetapi sekumpulan remaja ini terdorong untuk mengembalikan
semaraknya Surau yang saat kecil
mereka rasakan. Jika di era 90-an staff pengajarnya di dominasi oleh generasi
tua, tapi sekarang campur tangan generasi muda cukup terasa di sini. Ini merupakan
suatu kemajuan, betapa tidak, dulu apapun kegiatan di tanah kelahiran saya
tercinta ini hanya di dominasi oleh generasi tua. Dan saya sempat berfikir
kapan waktunya generasi-generasi muda di beri kesempatan untuk membenahi
kampungnya. Tapi seiring berjalannya waktu makin hari pendidikan makin diminati
di jorong yang kata orang jorong anyuik ini. Tentunya setelah melewati beberapa
fase waktu.
Suatu sore saya menyempatkan
berbincang-bincang dengan sang reformis tersebut, katanya “kalaulah tidak kita
yang mengubah terus siapa, kalau tidak sekarang kapan lagi kawan??” sungguh
semangat yang luar biasa saya temukan di tatapan matanya. “memang terkadang
lelah dan jenuh datang ,menghampiri katanya, tapi melihat semangat anak-anak
untuk bisa mencicipi dan melantunkan alquran itu semua sirna” katanya.
Sayapun dapat memaklumi mengingat kesibukan
dan aktifitasnya. Betapa tidak, di pagi hari saat rekan seusianya tengah asyik
menikmati tidurnya, duduk di lapau sambil menghirup kopi, ia sudah harus
berangkat menunaikan tugas mulianya untuk mengajar di sebuah sekolah tempat ia
mengenyam pendidikan dulu. Begitu usai jam pelajaran di sekolahnya ia harus
buru-buru menunaikan bakti di kampungnya. Sungguh merinding yang saya rasakan
saat mencoba bertutur dengannya.
Yogi Deka Putra begitulah nama lengkapnya,
ia jebolan STAIN Syech Djamil Djambek Bukittinggi dengan konsentrasi jurusan
konseling. Berbekal ilmu yang diperolahnya di bangku kuliah, ia mencoba sedikit
demi sedikit mempraktekkan di lingkungannya. Melalui motifasi-motifasi yang
yang diberikan buat adik-adik didiknya ia bisa membakar semangat si mungil yang
sebentar lagi bakal mengerti kejamnya dunia. Tentu tidak begitu sulit baginya
untuk masalah-masalah motifasi tersebut karena jauh sebelum menginjak usia
sekarang ia telah menjadi tempat curhat bagi teman seusianya, bahkan dulu kami
menggelarinya “sang counselor” tapi benar saja, saat menamatkan SMA ia memilih
konseling sebagai jalan hidupnya, ditambah lagi riwayat pendidikan yang
memungkinkan ia lebih dari itu.
Kalau lah pembaca sekalian melewati jorong Sawah
Padang di sore hari, cobalah kiranya, menyempatkan diri melihat agak sejenak atau
bahkan sholat Ashar berjamaah di mesjid kebanggaan Pokan Sotu tersebut. Pembaca
akan di menjumpai riuhnya suara-suara mungil yang akan menyelimuti Mesjid
tersebut, tapi saat iqomah telah di kumandangkan serentak suara itu hilang. Bersambung.......(APH)