http://sariaklaweh.blogspot.com/2015/07/kumpulan-artikel-ramadhan.html TUANKU IMAM BONJOL ~ SARIAK LAWEH

Rabu, 02 Juli 2014

TUANKU IMAM BONJOL

Sariaklaweh.blogspot.com--Tuanku Imam Bonjol lahir di Tanjung Bunga, Pasaman, Sumatera Barat 1772 dan wafat di Manado, Sulawesi Utara pada tanggal 8 November 1864 serta dimakamkan di Lotan, Manado. Nama sesungguhnya adalah Muhammad Syahab. Semasa remaja , ia biasa dipanggil dengan nama Peto Syarif. Di tubuh beliau mengalir cita-cita yang murni untuk membersihkan praktek Islam dan mencerdaskan rakyat. Setelah menuntut ilmu agama di Aceh (1800-1802), ia mendapat gelar Malim basa. Tahun 1803, Malim Basa kembali ke Minangkabau dan belajar pada Tuanku Nan Renceh. Ia adalah murid kesayangan dari Tuanku Nan Renceh.Malim basa banyak mendapat pelajaran ilmu perang dari Tuanku Nan Renceh.
Tahun 1807 Malim basa mendirikan Benteng di kaki bukit Tajadi yang kemudian diberi nama Imam Bonjol. Sejak saat itu ia dikenal dengan nama Tuanku Imam Bonjol.
Pada waktu itu di Minangkabau, sedang terjadi pertentangan yang hebat antara kaum Paderi (kaum agama) dengan kamu adat.Pada dasarnya gerakan Paderi itu bertujuan untuk menetang para penghulu yang waktu itu mememegang kekuasaan di nagari-ngari Minangkabau. Awalnya, pertentangan ini hanya melibatkan kaum adat dan kaum paderi saja. Tapi karena kedudukan kaum adat semakin terdesak, Kaum adat lalu meminta bantuan kepada Belanda.
Sejak saat itu pulalah, Belanda ikut campur dalam pertentangan di Minangkabau. Lalu Belanda mulai mendirikan benten di Batu Sangkar dan di Bukit Tinggi untuk memperkuat kedudukannya. Tuanku Imam Bonjol memliki banyak pengikut yang membuat Belanda kewalahan. Tuanku Imam Bonjol diberi gelar Malin Basa yang berarti seorang ulama yang diangkat sebagai imam atau sebagai kepala pemerintahan nagari dalam bidang Islam. Sebelum Tuanku Nan Raceh meninggal dunia ,beliau telah menunjuk Tuanku Imam Bonjol sebagai penggantinya menjadi pemegang pimipinan tertinggi kaum Paderi. Karena Tuanku Imam Bonjol memerintah dengan sangat memperhatikan kehidupan rakyat, maka rakyat Bonjol dengan cepat meningkat kemakmurannya. Apalagi pada saat yang bersamaan, Belanda juga terdesak dengan Perang Diponegoro sehingga Belanda merasa perlu “berdamai sementara” dengan kaum paderi untuk mengalihkan kekuatan di Pulau Jawa menghadapi Perang Diponegoro. Setelah berakhirnya perang Diponegoro, Belanda kembali menyerang Markas-markas Tuanku Imam Bonjol.
Namun Tuanku Imam Bonjol adalah panglima perang yang handal sehingga membuat Belanda harus mengerahkan bantuan tambahan dan siasat-siasat licik. Sehingga untuk menangkap Tuanku Imam Bonjol, Belanda menggunakan cara-cara kotor dengan cara mengajak berunding di seikitar Bukit Gadang dan Tujuh Lurah. Dan disitu pulalah Tuanku Imam Bonjol ditangkap pada tanggal 25 Oktober 1937. Tuanku Imam Bonjol lalu ditawan di Bukit Tinggi lalu diasingkan dari Cianjur lalu ke Ambon dan terakhir di Manado. Tuanku Imam Bonjol akhirnya wafat di Manado pada tanggal 8 November 1864. Pemerintah lalu menganugerahi gelar Pahlawan Nasional kepadanya berdasarkan SK Presiden RI No 087/TK/1973v. (sumber:rijkiramdani.blogspot.com)