16 tahun sudah
kita menghirup udara reformasi di bumi Indonesia tercinta, pasca lengsernya rezim
orde baru dibawah kendali Pak Harto. Tapi sudahkah cita-cita reformasi itu
tepat sasaran? Hendaknya ini menjadi pertanyaan dan catatan besar bagi kita
semua.
Kita semua
tau bahkan sepakat reformasi ini dibangun di atas darah dan nyawa para aktivis
16 tahun silam. Tetapi melihat situasi sekarang seakan kita semua mengingkari
kalau reformasi bertujuan mengembalikan fitrahnya pemerintahan itu ke tangan
rakyat.
Dalam mengembalikan
hak-hak rakyat tersebut tentu di sana terdapat juga kebebasan berpendapat,
kebebasan berekspresi maupun kebebasan berpolitik. Tetapi kita lupa semua ada
etikanya. Semua ada batasannya, ada nilai-nilai yang mesti kita jaga, tidak seenaknya
saja. Selaku generasi berpendidikan dan terpelajar sudah semestinya kita
memberikan pencerahan kepada masyarakat, bagaimana pentingnya beretika dalam
bernegara.
Kita liat
saja dalam ranah politik, saya memilih atau menggiring pembahasan ke ranah
politik berhubung kita akan pesta demokrasi, memilih siapa yang berhak
menduduki singasana RI 1. Semakin dekatnya hari pemilihan makin beragam berita
yang kita dengar. Baik itu beritanya ataupun media yang menyampaikannya. Terkesan
mendukung satu pasangan dan menyudutkan pasangan lain. Mungkin juga karena
andil para pemilik modal penyedia berita ataupun berita pesanan. Sehingga media
yang biasanya terpercaya menyuguhkan berita yang aktual dan berimbang sekarang hanya
menyuguhkan pencitraan belaka, black campaign, dan tak jarang menghujat bahkan
mencaci lawan jagoan politiknya.
Apakah ini
yang mau kita capai dengan reformasi? Tentunya tidak ! saya merasa ini semua
adalah kesalahan segelintir orang dalam mengartikan makna demokrasi pasca
reformasi.
Mungkin mereka
berfikir dengan pencitraan yang jor-joran, black campaign, menghina dan
menghujat lawan politik merupakan cara ampuh dalam menaikkan elektabilitas
jagoannya. Tapi mereka lupa kalaulah orang terus-terusan dihina dan dicaci
tentu khalayak bakal mencari tau, benarkah mereka seperti itu adanya?
Maka,
apabila orang mendapati satu saja kebohongan dari yang disampaikan, orang bakal
mencatat bahwa apa yang selama ini kita perbuat seakan nol besar saja. Bak kato urang awak “santano manapuak aia di
di dulang”. Karenanya saya menghimbau kepada kita generasi terpelajar dan
terdidik, mari berpolitik santun dan cerdas, karena dengan berpolitik santun
dan cerdas kita telah telah ikut berpartisipasi dalam membuka cakrawala
berfikir masyarakat dan membuat masyarakat melek juga akan politik bersih.
Contoh kecilnya
saja, ajak mereka melakukan hal-hal yang bermanfaat, tentunya diawali dari diri
kita. Saat orang telah respek akan apa yang selama ini kita lakukan di sanalah
kita dapat melihat dan menemukan ternyata politik itu tidaklah semahal yang
sekarang.
Politik seolah
mahal karena money politic dianggap
jalan pintas sama halnya dengan black
campaign, dan seandainya politik yang mahal tadi berhasil mencapai
tujuannya, maka hal yang pertama terlintas di benak mereka adalah modal harus
kembali.
Karenanya
saya menghimbau, kepada kita semua mari selamatkan Indonesia, dengan berprilaku
baik dan memilih orang baik dalam mengurusi republik ini, agar terciptanya
masyarakat yang adil, aman dan damai lagi mensejahterakan. Karena kalau tidak
berarti kita telah membiarkan kemungkaran terjadi di bumi nusantara ini.