http://sariaklaweh.blogspot.com/2015/07/kumpulan-artikel-ramadhan.html PEMEKARAN NAGARI DAN PROBLEMNYA ~ SARIAK LAWEH

PEMEKARAN NAGARI DAN PROBLEMNYA

Sariaklaweh.blogspot.com:--Masalah pemekaran seka­rang menjadi trend di masya­rakat, mulai dari pemekaran provinsi, kabupaten dan keca­matan. Tidak ketinggalan pula keinginan anak nagari untuk pemekaran nagarinya dengan berpemerintahan nagari sendiri pula.

Berlakunya Undang-Un­dang No 5/1979 Tentang Pe­me­rintahan Desa, bentuk pemerintahan terendah di Indonesia diseragamkan yaitu Desa dan Kelurahan, Kelu­rahan untuk Kota dan pusat ibu kota Kabupaten, Desa di Kabupaten. Menindaklanjuti UU No 5/1979, Sumatera Barat dibentuk 3.138 Desa dan 406 Kelurahan, karena semua Jorong/Korong menjadi Desa, setelah itu diadakan pengga­bungan Desa dan  Ke­lu­rahan.

Banyaknya Jumlah Desa/Kelurahan  untuk meng­­­harap­kan  dana Bantuan dari Pe­­me­­rin­tah, memudahkan pe­layanan dan pemerataan pem­bangunan. Namun Peme­rintah mengalami kesulitan dengan keuangan, dan pendu­duk yang kurang mampu meren­cana­kan pembangunan desa dan me­ngolah Sumber Daya yang ada di Desa. Di Sumatera Barat kurang mele­katnya kata “De­sa” dihati masyarakat se­hingga sema­ngat dan par­tisipasi memba­ngun dari masyarkat menjadi kurang.

Berlakunya UU No. 22/1999 tentang Pemerintahan Daerah, disambut antusias dan suka cita oleh masyarakat Minangkabau. Undang-undang ini mengatakan pemerintahan terendah adalah Desa atau  nama lain yang disesuaikan dengan kondisi sosial budaya dan adat setem­pat, artinya kearifan lokal diakomodir oleh aturan ini, terbukalah kesem­patan untuk kembali ber­nagari. Pemerintah dan DPRD Sumatera Barat melahirkan Perda No. 9/2000 tentang Ketentuan Pokok Pe­me­rin­tahan nagari sebagai payung hukum pelaksanaan Pemerin­tahan nagari bagi Kabupaten di Sumatera Barat yang disempurnakan dengan Perda No. 2/2007

Pemekaran nagari sudah dilaksanakan di beberapa daerah, namun sampai seka­rang  terjadi pro dan kontra oleh masyarakat, ada yang menginginkan kembali ber­desa dan menjadikan jorong/korong sebagai desa, ada pula yang menginginkan jorong/korong sebagai nagari, dengan harapan untuk mendapatkan dana dari Pemerintah 1 mi­liar per desa.

Kalau dihitung 3.138 jo­rong/korong dikali 1 miliar maka uang dari pemerintah akan masuk 3,138 triliun ke Sumatera Barat ditambah pula 406 kelurahan kira-kira 406 miliar, menyamai jumlah APBD  Sumatera Barat tahun 2012 lebih kurang 3,4 triliun ter­ma­suk dana bantuan opera­sional sekolah (BOS) dari pusat.

Perda No.2/2007 bahwa pemerintah nagari dapat dibentuk, dimekarkan, diha­pus dan atau digabungkan setelah memperhatikan aspek kepentingan masyarakat dan kondisi daerah dengan me­ngacu kepada kriteria tertentu, serta tidak merusak keles­tarian adat/struktur adat pada kesatuan masyarakat dan wilayah hukum adat tersebut, artinya jangan sampai meru­sak tatanan adat dan keles­tarian adat istidat yang ada, sekaligus diperhatikan penga­lihan asetnya. Jika memung­kinkan Pemerintahan nagari pun dapat pula dihapus dan digabungkan dengan nagari lain karena jumlah pendu­duk­nya sedikit dan luas wilayah­nya yang kecil, tatacaranya tergantung peraturan daerah yang mengaturnya.

Alasan  untuk pemekaran nagari diantaranya adalah (1). jarak antara tempat tinggal masyarakat ke kantor walina­gari yang jauh, sehingga beru­rusan ke kantor Walinagari mengalami kesulitan karena kurangnya sarana jalan dan alat transportasi atau alasan accessibility, (2). luas wilayah dan jumlah penduduk nagari terlalu padat dan sudah me­me­nuhi syarat untuk dime­karkan jadi nagari baru, (3). mendapatkan dana bantuan dari pemerintah 1 miliar perdesa/pernagari, (4).  mengu­rangi  pengangguran atau membuka lapangan kerja baru, karena adanya nagari baru hasil pemekaran akan ada pemilihan Walinagari dan pengangkatan perangkat nagari.

Apapun alasan pemekaran nagari bagi pemerintah adalah untuk kesejahteraan anak nagari,  alasan yang dikemu­kakan akan dilakukan pengka­jian dari berbagai aspek oleh pemerintah, baik bidang peme­rintahan maupun bidang pem­bangunan dan bidang ke­ma­sya­rakatannya serta keter­sediaan keuangan dae­rah. Saat ini jumlah peme­rintahan nagari di Sumatera Barat sudah 642 nagari, tahun 2001 peme­rintahan nagari berjumlah kurang lebih 400 nagari, jadi sudah 242 nagari yang telah dimekarkan. Kon­disi nagari tetap saja seperti sebelum pemekaran, masih  belum ada perobahan yang berarti. Angga­ran pendapatan dan belanja nagari (APB Nagari) masih murni dari kabupaten, semangat memba­ngun dari anak nagari juga sama dengan sebelum dime­karkan, bahkan  beberapa nagari baik nagari induk maupun nagari hasil peme­karan masih ada perang­katnya yang malas masuk kantor.

Pertanyaannya adalah apa betul ada uang bantuan 1 miliar pernagari/perdesa dari pemerintah? sampai sekarang sudah 12 tahun kita berpe­merintahan nagari, bantuan dari pusat berbentuk fresh money (dana segar) yang dikucurkan ke nagari belum pernah ada. Untuk membiayai penyelenggaraan peme­rin­tahan nagari masih  tetap dari APBD Kabupaten ditam­bah dana stimulan 1 juta per nagari dari provinsi.

Namun keinginan untuk pemekaran nagari tetap saja semakin kuat hembusannya. Apakah memang dizaman sekarang sulit mencapai kantor walinagari (accesibility), kondisi sekarang jalan dan transportasi sudah cukup bagus, mungkin  hanya dibe­berapa nagari saja yang sulit untuk dilalui oleh kendaraan roda empat, tetapi untuk kendaraan roda dua tidak ada masalah, kenapa zaman dulu jalan dan transportasi yang begitu sulit masyarakat tidak pernah mengeluh dan juga bukan alasan bagi anak naga­ri untuk tidak datang ke kantor wali nagari.

Sekarang masyarakat yang berurusan ke kantor wali nagari juga tidak tiap hari, tetapi zaman dulu frekwensi masyarakat ke kantor wali nagari jauh lebih sering, sebab apapun bentuk kegiatan pem­bangunan selalu dimusya­warah di kantor wali nagari, kalau tidak dimusyawarahkan di kantor wali nagari, dimu­sya­warahkan di mesjid, kan­tor wali nagari disebut juga de­ngan balai adat. Bahkan pesta perkawinan anak nagari pun disepakati di balai adat atau kantor wali nagari.

Apabila terjadi pemekaran nagari, kabupaten pasti me­nge­luarkan dana lagi untuk membiayai operasional penye­lenggaraan pemerintahan nagari baru dalam bentuk dana alokasi umum nagari (DAUN) melalui APBD-nya, untuk honor aparat nagari, sewa kantor, pembangunan kantor, pemeliharaan kantor, plang nama kantor, alat tulis kantor, kop surat, dana PKK, dana bantuan pengembangan adat istiadat, pakaian dinas perangkat nagari dan seba­gainya yang harus dibayarkan setiap tahun.

Jiwa Gotong-royong
Makna yang terkandung dari kembali banagari dan babaliak ka surau hakekatnya adalah untuk melestarikan kearifan lokal yang ada di Sumatera Barat  atau Mi­nangkabau, dimana Minang­kabau punya bentuk sistem pemerintahan yang melekat di hati masyarakat, yaitu masyarkatnya yang selalu bergotong royong dalam pelak­sanaan pembangunan di nagari serta sangat menjun­jung tinggi peran ninik ma­mak, dimana ninik mamak ini merupakan orang yang sangat disegani dalam kaum dan ditengah masyarakat. Suasana yang seperti ini sangat dirindukan kembali oleh sebagian besar masya­rakat Minangkabau.

Harapan kita untuk kem­bali berpemerintahan nagari dan memekarkan nagari, yang perlu diperhatikan adalah, pertama, jangan hanya karena semata-mata mengharapkan uang dari pemerintah saja untuk pem­biayaan pemba­ngunan, maka dituntut pula pemekaran nagari, pada hal dana bantuan 1 miliar dari Pusat belum pernah ada,  begitu pula dengan desa  di luar Sumatera Barat juga tidak pernah mendapat kucu­ran dana 1 miliar dari pusat.

Kedua, sumber daya yang ada di nagari baik SDA maupun SDM perlu diper­hatikan. Bangunlah nagari dengan kekuatan dan sema­ngat sendiri, manfaatkan sumber daya yang ada di nagari dan sumber daya dari perantauan dengan slogan “bakampuang paga kampuang, banagari paga nagari”. Artinya berkampung dan bernagari mari sama-sama dijaga dan dibangun baik fisiknya mau­pun tatanan adat istiadat dan aset nagarinya, sehingga pemekaran nagari itu tidak hanya jumlah nagari saja yang mekar tetapi mekar pula kesejahteraan dan ekonomi anaknagarinya.

Ketiga, bangkitkan kembali semangat mam­bang­kik batang tarandam untuak nagari, sadanciang bak basi, saciok bak ayam dalam mam­bangun nagari yang ber­landaskan kepada adat ba­sandi syarak, syarak basandi Kitabullah atau semangat gotong royong dan sato sakaki, dimana semangat ini meru­pakan kekuatan bersama anaknagari semenjak zaman dahulu da­lam membangun nagari, mari bangkitkan kem­bali masa jaya nagari di Minangkabau tempo dulu dan dihadirkan dalam kondisi kekinian, adatnya yang ndak lakang dek paneh ndak lapuak hujan, ramaikan mesjid dan surau yang ada di nagari dengan kegiatan yang positif, dengan demikian kembali ka nagari dan babaliak ka surau semakin jelas imple­men­tasinya.

Keempat perkuat kebera­daan Kerapatan Adat nagari (KAN) sehingga peran dan fungsi ninik mamak dan penghulu ditengah mayarakat semakin mantap dalam rang­ka melestarikan  keutuhan nilai adat istiadat yang telah berkembang dan dilestarikan secara turun temurun kepada anaknagari. Bak pepatah mengatakan “Kaluak paku kacang balimbiang, tam­puruang lenggang lenggokan, bao bajalan kasaruaso, tanam­lah siriah jogagangnyo, anak dipangku kamanakan dibim­biang, urang kampuang dipa­tenggangkan, ingek nagari jan sampai binaso, jago nagari sarato joadaiknyo”. Nilai ini jangan sampai hilang, perlu dipertahankan dan diles­tarikan, inilah yang akan diwariskan kepada anak cucu nantinya, pepatah menga­takan “kamanakan barajo kamamak, mamak barajo kapanghulu, panghulu barajo kamupakaik, mupakai barajo kanan bana, nanbana tagak surangnyo”, artinya mem­fungsikan peran ninik mamak dan penghulu (KAN) ditengah masyarakat dan dalam Peme­rintah nagari.

Kelima, hidupkan kembali kebudayaan tradisional yang pernah ada di nagari tempo dulu seperti permainan anak­­ nagari,  olahraga anaknagari, kesenian anaknagari, pen­caksilat seni beladiri anak­nagari, petatah petitih, ran­dai, simarantang, uluambek, dan sebagainya. Semua ini hampir sudah tidak ditemui lagi di nagari, anaknagari sudah mulai tidak mengenal seni tradisional milik sendiri.

Keenam, peran provinsi dan kabupaten/kota diha­rapkan sebagai supervisi dan fasi­litator juga mem­bantu pem­biayaan penye­lenggaraan pemerintahan dan pem­ba­ngunan  nagari. Diharapkan pula perhatian kita bersama sebagai anak­­ nagari untuk kemajuan nagari dengan tidak me­ninggalkan hal-hal penting lainnya yang mungkin da­pat mempercepat pemba­ngunan dan kesejahteraan Anak­nagari  demi meman­tapkan  keutuhan adat isti­dat nagari. Semoga !

DRS AKRAL, MM

sumber:http://www.harianhaluan.com/