Akhir-akhir ini kita disuguhkan dengan
berita-berita yang menyayat sanubari selaku generasi penerus minangkabau.
Betapa tidak negeri yang selama ini kita
banggakan dengan prestasinya dlam menelurkan politisi serta diplomat-diplomatnya
yang handal, buya-buyanya yang alim lagi bijaksana.
Tapi sekarang negeri ini kembali menorehkan
sejarah tapi kali ini dalam versi hitam betapa tidak sebut saja luak nan tuo dalam 5
bulan belakangan saja sudah ada 11 warga nya yang menyudahi hidupnya di tiang
gantungan. Belum lagi luhak lima puluhkota yang menyumbangkan catatan sejarah
tak kalah hitamnya mulai dari anak SMP yang dirudapaksa bahkan oleh belasan
orang, baru-baru ini kasus arisan syetannya yang mngenyakkan kita.
Jika kita telisik
lebih dalam rangkaian peristiwa ini meninggalkan pesan mulia kepada kita, bahwa
ada pergeseran nilai-nilai yang dianut masyarakat minang di era yang katana modern
ini. Sistem kekerabatan yang dulu kental, perlahan tergerus oleh budaya liberal
yang mendewakan kehidupan materialistik dan individualistis sebagai berhala. Oi sanak cubo inok
ranuangkan. Apajadinya negeri ini di jaman anak cucu
kita kelak.
Mari sama-sama
selaku generasi terpelajar kita kembalikan budaya malu, budaya sopan serta
santunnya rang minang. Yang mamak tau dengan tugasnya sebagai mamak. Kamanakan tau
dengan posisinya sebagai kamanakan. Begitupun niniak mamak selaku orang yang
didahulukan selangkah ditinggikan seranting, yang sejatinya punya andil dan kontribusi
besar dalam menjalankan roda kehidupan beradat juga bermasyarakat. Mari bersama
bahu membahu mambangun nagari nan kito cintoi. Minimal pada diri dan lingkungan
terkecil kita, yakni keluarga.
Payakumbuh, 9 mei
2014
Ade Prima Hendra.