Puluhan ribu Muslim Turki telah berkumpul pada Sabtu subuh (31/05)
untuk melakukan shalat di luar masjid bersejarah Hagia Sohia. Mereka juga
mendesak Perdana Menteri Tayyip Erdogan untuk menfungsikan kembali masjid Aya
Sofia – yang selama ini dijadikan museum- sebagai tempat ibadah bagi Ummat
Islam.
“Ini adalah permintaan yang sangat
serius untuk memutuskan rantai konflik terkait Hagia Sophia ini,” Salih Turan,
kepala Asosiasi Pemuda Anatolia, yang telah mengumpulkan 15 juta tanda tangan
untuk petisi agar Hagia Sophia difungsikan kembali sebagai masjid, kepada
Reuters yg kemudian dilansir Arrahmah.
“Hagia Sophia adalah simbol bagi
dunia Islam dan simbol penaklukan Konstantinopel, Tanpa itu, penaklukan
tersebut tidak sempurna, kita telah gagal untuk menghormati kepercayaan Sultan
Muhammad [Al-Fatih],” katanya, mengutip akta abad ke-15 yang ditandatangani
khalifah al-Fatih. Asosiasi tersebut juga mengutuk pengalihan fungsi masjid
Hagia Sophia menjadi Museum.
Hagia Sophia menjadi saksi bisu
dari kisah penaklukan konstantinopel dimana Sultan Muhammad II atau yang
dikenal dengan Sultan Muhammad al-Fatih menaklukannya, merubah gereja yang
diagungkan oleh masyarakat konstantinopel ini menjadi sebuah masjid.
Saat memasuki Konstantinopel,
Sultan Muhammad al-Fatih turun dari kudanya lalu sujud sebagai tanda syukur
kepada Allah. Setelah itu, ia menuju Gereja Hagia Sophia dan memerintahkan
untuk menggantinya menjadi masjid. Konstantinopel dijadikan sebagai ibu kota,
pusat pemerintah Utsmaniyah dan kota ini diganti namanya menjadi Islambul yang
berarti negeri Islam, lalu akhirnya mengalami perubahan menjadi Istanbul.
Para arsitek yang hebat dari
kekhalifahan Utsmaniyah memperbaiki bangunan tersebut pada abad ke-16. Mereka
juga memberikan tambahan eksterior yang lebih besar untuk kubah dan dinding,
serta menambahkan menara masjid.
Namun, hukum sekuler Turki pada
tahun 1934 melarang untuk melakukan ibadah keagamaan di bangunan tersebut,
sebuah keputusan yang telah diterapkan sejak saat itu sampai sekarang.
Tahun lalu, Wakil Perdana Menteri
Turki, Bulent Arinc menyatakan harapannya agar Hagia Sophia kembali menjadi
masjid. Namun, Ibrahim Kalin , penasihat senior Erdogan, menegaskan tidak ada
rencana untuk mengubah status Hagia Sophia saat ini.
“Spekulasi tentang mengubahnya
menjadi sebuah gereja atau masjid masih spekulasi,” kata Kalin.
“Hagia Sophia telah terbuka untuk
semua pengunjung dari Turki dan di seluruh dunia dan akan tetap demikian.”
Secara terpisah, kubu nasionalis
menilai wacana pengembalian fungsi Hagia Sophia menjadi masjid hanya akan
memperkuat rasa saling curiga antara Barat dan dunia Islam. “Ada harga yang
harus dibayar mengenai hal itu,” kata Sahin Alpay, profesor ilmu politik di
Universitas Bahcesehir.
Selain itu , Patriark Ekumenis
Bartolomeus, pemimpin spiritual dari 300 juta Kristen Ortodoks di seluruh dunia,
telah menyerukan agar Haiga Sophia tetap sebagai museum .
“Jika statusnya adalah untuk
mengubah dan akan dibuka lagi sebagai tempat ibadah, maka tidak bisa dilupakan
bahwa itu dibangun untuk menjadi sebuah gereja,” kata Bartolomeus kepada surat
kabar Agos.
Khilafah Utsmaniyah berlangsung
dari 1299 sampai dengan 1 November 1922.
Pada puncak kegemilangannya (abad
ke-16-17), khilafah Utsmaniyah membentang di tiga benua, menguasai sebagian
besar Eropa Tenggara, Asia Barat dan Afrika Utara.
Di bawah pemerintahan Erdogan,
banyak orang Turki yang berharap akan kembalinya kejayaan Utsmaniyah dan
mempertanyakan kembali reformasi berorientasi Barat oleh Kemal Attaturk, yang
disusul oleh penggulingan khalifah terakhir di tahun 1923.
Selasa lalu, Erdogan memperingati
hari penaklukan Konstantinopel Turki yang berubah menjadi Istanbul, menyalakan
kembali nostalgia ummat Islam tentang kegemilangan yang dicapai pada masa
kekhalifahan Utsmaniyah( http://antiliberalnews.com)