Sariaklaweh.blogspot.com:--Masalah pemekaran sekarang menjadi trend di masyarakat, mulai dari pemekaran provinsi, kabupaten dan kecamatan. Tidak ketinggalan pula keinginan anak nagari untuk pemekaran nagarinya dengan berpemerintahan nagari sendiri pula.
Berlakunya Undang-Undang No 5/1979 Tentang Pemerintahan Desa, bentuk pemerintahan terendah di Indonesia diseragamkan yaitu Desa dan Kelurahan, Kelurahan untuk Kota dan pusat ibu kota Kabupaten, Desa di Kabupaten. Menindaklanjuti UU No 5/1979, Sumatera Barat dibentuk 3.138 Desa dan 406 Kelurahan, karena semua Jorong/Korong menjadi Desa, setelah itu diadakan penggabungan Desa dan Kelurahan.
Banyaknya Jumlah Desa/Kelurahan untuk mengharapkan dana Bantuan dari Pemerintah, memudahkan pelayanan dan pemerataan pembangunan. Namun Pemerintah mengalami kesulitan dengan keuangan, dan penduduk yang kurang mampu merencanakan pembangunan desa dan mengolah Sumber Daya yang ada di Desa. Di Sumatera Barat kurang melekatnya kata “Desa” dihati masyarakat sehingga semangat dan partisipasi membangun dari masyarkat menjadi kurang.
Berlakunya UU No. 22/1999 tentang Pemerintahan Daerah, disambut antusias dan suka cita oleh masyarakat Minangkabau. Undang-undang ini mengatakan pemerintahan terendah adalah Desa atau nama lain yang disesuaikan dengan kondisi sosial budaya dan adat setempat, artinya kearifan lokal diakomodir oleh aturan ini, terbukalah kesempatan untuk kembali bernagari. Pemerintah dan DPRD Sumatera Barat melahirkan Perda No. 9/2000 tentang Ketentuan Pokok Pemerintahan nagari sebagai payung hukum pelaksanaan Pemerintahan nagari bagi Kabupaten di Sumatera Barat yang disempurnakan dengan Perda No. 2/2007
Pemekaran nagari sudah dilaksanakan di beberapa daerah, namun sampai sekarang terjadi pro dan kontra oleh masyarakat, ada yang menginginkan kembali berdesa dan menjadikan jorong/korong sebagai desa, ada pula yang menginginkan jorong/korong sebagai nagari, dengan harapan untuk mendapatkan dana dari Pemerintah 1 miliar per desa.
Kalau dihitung 3.138 jorong/korong dikali 1 miliar maka uang dari pemerintah akan masuk 3,138 triliun ke Sumatera Barat ditambah pula 406 kelurahan kira-kira 406 miliar, menyamai jumlah APBD Sumatera Barat tahun 2012 lebih kurang 3,4 triliun termasuk dana bantuan operasional sekolah (BOS) dari pusat.
Perda No.2/2007 bahwa pemerintah nagari dapat dibentuk, dimekarkan, dihapus dan atau digabungkan setelah memperhatikan aspek kepentingan masyarakat dan kondisi daerah dengan mengacu kepada kriteria tertentu, serta tidak merusak kelestarian adat/struktur adat pada kesatuan masyarakat dan wilayah hukum adat tersebut, artinya jangan sampai merusak tatanan adat dan kelestarian adat istidat yang ada, sekaligus diperhatikan pengalihan asetnya. Jika memungkinkan Pemerintahan nagari pun dapat pula dihapus dan digabungkan dengan nagari lain karena jumlah penduduknya sedikit dan luas wilayahnya yang kecil, tatacaranya tergantung peraturan daerah yang mengaturnya.
Alasan untuk pemekaran nagari diantaranya adalah (1). jarak antara tempat tinggal masyarakat ke kantor walinagari yang jauh, sehingga berurusan ke kantor Walinagari mengalami kesulitan karena kurangnya sarana jalan dan alat transportasi atau alasan accessibility, (2). luas wilayah dan jumlah penduduk nagari terlalu padat dan sudah memenuhi syarat untuk dimekarkan jadi nagari baru, (3). mendapatkan dana bantuan dari pemerintah 1 miliar perdesa/pernagari, (4). mengurangi pengangguran atau membuka lapangan kerja baru, karena adanya nagari baru hasil pemekaran akan ada pemilihan Walinagari dan pengangkatan perangkat nagari.
Apapun alasan pemekaran nagari bagi pemerintah adalah untuk kesejahteraan anak nagari, alasan yang dikemukakan akan dilakukan pengkajian dari berbagai aspek oleh pemerintah, baik bidang pemerintahan maupun bidang pembangunan dan bidang kemasyarakatannya serta ketersediaan keuangan daerah. Saat ini jumlah pemerintahan nagari di Sumatera Barat sudah 642 nagari, tahun 2001 pemerintahan nagari berjumlah kurang lebih 400 nagari, jadi sudah 242 nagari yang telah dimekarkan. Kondisi nagari tetap saja seperti sebelum pemekaran, masih belum ada perobahan yang berarti. Anggaran pendapatan dan belanja nagari (APB Nagari) masih murni dari kabupaten, semangat membangun dari anak nagari juga sama dengan sebelum dimekarkan, bahkan beberapa nagari baik nagari induk maupun nagari hasil pemekaran masih ada perangkatnya yang malas masuk kantor.
Pertanyaannya adalah apa betul ada uang bantuan 1 miliar pernagari/perdesa dari pemerintah? sampai sekarang sudah 12 tahun kita berpemerintahan nagari, bantuan dari pusat berbentuk fresh money (dana segar) yang dikucurkan ke nagari belum pernah ada. Untuk membiayai penyelenggaraan pemerintahan nagari masih tetap dari APBD Kabupaten ditambah dana stimulan 1 juta per nagari dari provinsi.
Namun keinginan untuk pemekaran nagari tetap saja semakin kuat hembusannya. Apakah memang dizaman sekarang sulit mencapai kantor walinagari (accesibility), kondisi sekarang jalan dan transportasi sudah cukup bagus, mungkin hanya dibeberapa nagari saja yang sulit untuk dilalui oleh kendaraan roda empat, tetapi untuk kendaraan roda dua tidak ada masalah, kenapa zaman dulu jalan dan transportasi yang begitu sulit masyarakat tidak pernah mengeluh dan juga bukan alasan bagi anak nagari untuk tidak datang ke kantor wali nagari.
Sekarang masyarakat yang berurusan ke kantor wali nagari juga tidak tiap hari, tetapi zaman dulu frekwensi masyarakat ke kantor wali nagari jauh lebih sering, sebab apapun bentuk kegiatan pembangunan selalu dimusyawarah di kantor wali nagari, kalau tidak dimusyawarahkan di kantor wali nagari, dimusyawarahkan di mesjid, kantor wali nagari disebut juga dengan balai adat. Bahkan pesta perkawinan anak nagari pun disepakati di balai adat atau kantor wali nagari.
Apabila terjadi pemekaran nagari, kabupaten pasti mengeluarkan dana lagi untuk membiayai operasional penyelenggaraan pemerintahan nagari baru dalam bentuk dana alokasi umum nagari (DAUN) melalui APBD-nya, untuk honor aparat nagari, sewa kantor, pembangunan kantor, pemeliharaan kantor, plang nama kantor, alat tulis kantor, kop surat, dana PKK, dana bantuan pengembangan adat istiadat, pakaian dinas perangkat nagari dan sebagainya yang harus dibayarkan setiap tahun.
Jiwa Gotong-royong
Makna yang terkandung dari kembali banagari dan babaliak ka surau hakekatnya adalah untuk melestarikan kearifan lokal yang ada di Sumatera Barat atau Minangkabau, dimana Minangkabau punya bentuk sistem pemerintahan yang melekat di hati masyarakat, yaitu masyarkatnya yang selalu bergotong royong dalam pelaksanaan pembangunan di nagari serta sangat menjunjung tinggi peran ninik mamak, dimana ninik mamak ini merupakan orang yang sangat disegani dalam kaum dan ditengah masyarakat. Suasana yang seperti ini sangat dirindukan kembali oleh sebagian besar masyarakat Minangkabau.
Harapan kita untuk kembali berpemerintahan nagari dan memekarkan nagari, yang perlu diperhatikan adalah, pertama, jangan hanya karena semata-mata mengharapkan uang dari pemerintah saja untuk pembiayaan pembangunan, maka dituntut pula pemekaran nagari, pada hal dana bantuan 1 miliar dari Pusat belum pernah ada, begitu pula dengan desa di luar Sumatera Barat juga tidak pernah mendapat kucuran dana 1 miliar dari pusat.
Kedua, sumber daya yang ada di nagari baik SDA maupun SDM perlu diperhatikan. Bangunlah nagari dengan kekuatan dan semangat sendiri, manfaatkan sumber daya yang ada di nagari dan sumber daya dari perantauan dengan slogan “bakampuang paga kampuang, banagari paga nagari”. Artinya berkampung dan bernagari mari sama-sama dijaga dan dibangun baik fisiknya maupun tatanan adat istiadat dan aset nagarinya, sehingga pemekaran nagari itu tidak hanya jumlah nagari saja yang mekar tetapi mekar pula kesejahteraan dan ekonomi anaknagarinya.
Ketiga, bangkitkan kembali semangat mambangkik batang tarandam untuak nagari, sadanciang bak basi, saciok bak ayam dalam mambangun nagari yang berlandaskan kepada adat basandi syarak, syarak basandi Kitabullah atau semangat gotong royong dan sato sakaki, dimana semangat ini merupakan kekuatan bersama anaknagari semenjak zaman dahulu dalam membangun nagari, mari bangkitkan kembali masa jaya nagari di Minangkabau tempo dulu dan dihadirkan dalam kondisi kekinian, adatnya yang ndak lakang dek paneh ndak lapuak hujan, ramaikan mesjid dan surau yang ada di nagari dengan kegiatan yang positif, dengan demikian kembali ka nagari dan babaliak ka surau semakin jelas implementasinya.
Keempat perkuat keberadaan Kerapatan Adat nagari (KAN) sehingga peran dan fungsi ninik mamak dan penghulu ditengah mayarakat semakin mantap dalam rangka melestarikan keutuhan nilai adat istiadat yang telah berkembang dan dilestarikan secara turun temurun kepada anaknagari. Bak pepatah mengatakan “Kaluak paku kacang balimbiang, tampuruang lenggang lenggokan, bao bajalan kasaruaso, tanamlah siriah jogagangnyo, anak dipangku kamanakan dibimbiang, urang kampuang dipatenggangkan, ingek nagari jan sampai binaso, jago nagari sarato joadaiknyo”. Nilai ini jangan sampai hilang, perlu dipertahankan dan dilestarikan, inilah yang akan diwariskan kepada anak cucu nantinya, pepatah mengatakan “kamanakan barajo kamamak, mamak barajo kapanghulu, panghulu barajo kamupakaik, mupakai barajo kanan bana, nanbana tagak surangnyo”, artinya memfungsikan peran ninik mamak dan penghulu (KAN) ditengah masyarakat dan dalam Pemerintah nagari.
Kelima, hidupkan kembali kebudayaan tradisional yang pernah ada di nagari tempo dulu seperti permainan anak nagari, olahraga anaknagari, kesenian anaknagari, pencaksilat seni beladiri anaknagari, petatah petitih, randai, simarantang, uluambek, dan sebagainya. Semua ini hampir sudah tidak ditemui lagi di nagari, anaknagari sudah mulai tidak mengenal seni tradisional milik sendiri.
Keenam, peran provinsi dan kabupaten/kota diharapkan sebagai supervisi dan fasilitator juga membantu pembiayaan penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan nagari. Diharapkan pula perhatian kita bersama sebagai anak nagari untuk kemajuan nagari dengan tidak meninggalkan hal-hal penting lainnya yang mungkin dapat mempercepat pembangunan dan kesejahteraan Anaknagari demi memantapkan keutuhan adat istidat nagari. Semoga !
DRS AKRAL, MM
sumber:http://www.harianhaluan.com/